JURNAL
ILMIAH
“DAMPAK
GLOBALISASI TERHADAP PENDIDIKAN”
Disusun
Oleh
Aris
Munandar
3115101023
MANAJEMEN INFORMATIKA
SEKOLAH TINGGI ILMU KOMPUTER PGRI
BANYUWANGI
KATA PENGANTAR
Syukur Alhamdulillah
merupakan satu kata yang pantas diucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang
karena Bimbingan – Nya maka saya dapat menyelesaikan sebuah jurnal ilmiah
dengan judul “Dampak Globalisasi Terhadap Pendidikan”
Jurnal ini dibuat
dengan berbagai observasi dalam jangka waktu tertentu sehingga menghasilkan
sebuah jurnal ilmiah yang dapat di pertanggung jawabkan hasilnya. Saya ucapkan
terima kasih kepada pihak terkait yang telah membantu kami dalam menghadapi
berbagai tantangan dalam penyusunan jurnal ilmiah ini.
Saya menyadari bahwa
masih banyak kekurangan yang mendasar dalam makalah ini. Oleh karena itu kritik
dan sarn dari pembaca yang bersifat membangun sangat saya harapkan
Terima kasih dan
Semoga Makalah ini dapat memberikan sumbangan positif bagi kita semua.
Banyuwangi, 1 Januari 2015
Penulis
DAFTAR ISI
BAB 1 PENDAHULUAN
1. LATAR BELAKANG
Menurut asal katanya,
kata “globalisasi” diambil dari kata global, yang maknanya
ialah universal.Lalu arti Globalisasi adalah
proses integrasi internasional yang terjadi karena pertukaran pandangan dunia,
produk, pemikiran, dan aspek-aspek kebudayaan lainnya. Kemajuan
infrastruktur transportasi dan telekomunikasi, termasuk
kemunculan telegraf dan Internet, merupakan faktor utama dalam globalisasi
yang semakin mendorong saling ketergantungan (interdependensi) aktivitas
ekonomi dan budaya. Arti Globalisasi juga adalah suatu proses yang mendunia,
tidak kenal batas ruang dan waktu. Proses globalisasi berlangsung melalui 2
dimensi, yaitu dimensi ruang dan waktu. Globalisasi berlangsung di semua
bidang kehidupan seperti bidang ideologi, politik, ekonomi, dan terutama pada
bidang pendidikan. Teknologi informasi dan komunikasi adalah faktor pendukung
utama dalam globalisasi. Teknologi informasi dan komunikasi berkembang pesat
dengan berbagai bentuk dan kepentingan dapat tersebar luas ke seluruh dunia.
Oleh karena itu globalisasi tidak dapat dihindari kehadirannya, terutama dalam
bidang pendidikan.
Kemajuan ilmu
pengetahuan dan teknologi yang disertai dengan semakin cepatnya arus
globalisasi dunia membawa dampak tersendiri bagi dunia pendidikan. Banyak
sekolah di indonesia mulai melakukan globalisasi dalam sistem pendidikan
internal sekolah. Hal ini terlihat pada sekolah – sekolah yang dikenal dengan
billingual school, dengan diterapkannya bahasa asing seperti bahasa Inggris dan
bahasa Mandarin sebagai mata ajar wajib sekolah. Selain itu berbagai jenjang
pendidikan mulai dari sekolah menengah hingga perguruan tinggi baik negeri
maupun swasta yang membuka program kelas internasional.
Salah satu dari
globalisasi pendidikan yang dipadukan dengan kekayaan budaya bangsa
Indonesia. Selain itu hendaknya peningkatan kualitas pendidikan hendaknya
selaras dengan kondisi masyarakat Indonesia saat ini. Tidak dapat kita pungkiri
bahwa masih banyak masyarakat Indonesia yang berada di bawah garis kemiskinan.
Dalam hal ini, untuk dapat menikmati pendidikan dengan kualitas yang baik tadi
tentu saja memerlukan biaya yang cukup besar. Tentu saja hal ini menjadi salah
satu penyebab globalisasi pendidikan belum dirasakan oleh semua kalangan
masyarakat. Hal tersebut hanya dapat dinikmati golongan kelas atas yang mapan.
Dengan kata lain yang maju semakin maju, dan golongan yang terpinggirkan akan
semakin terpinggirkan dan tenggelam dalam arus globalisasi yang semakin kencang
yang dapat menyeret mereka dalam jurang kemiskinan. Masyarakat kelas atas
menyekolahkan anaknya di sekolah – sekolah mewah di saat masyarakat golongan
ekonomi lemah harus bersusah payah bahkan untuk sekedar menyekolahkan anak
mereka di sekolah biasa. Ketimpangan ini dapat memicu kecemburuan yang
berpotensi menjadi konflik sosial. Peningkatan kualitas pendidikan yang sudah
tercapai akan sia-sia jika gejolak sosial dalam masyarakat akibat ketimpangan
karena kemiskinan dan ketidakadilan tidak diredam dari sekarang.
Kalau arti
Pendidikan, yaitu pembelajaran pengetahuan,keterampilan,dan kebiasaan
kelompok orang yang di turunkan dari satu generasi ke generasi berikutnya
melalui pengajaran,pelatihan,atau penelitian. Pendidikan sering terjadi di
bawah bimbingan orang lain, tetapi juga memungkinkan secara otodidak.
RUMUSAN MASALAH
Secara umum, rumusan
masalah pada makalah “Dampak Globalisasi Terhadap Pendidikan” ini dapat
dirumuskan seperti pada pertanyaan berikut :
1 .Apa dampak dari
globalisasi untuk dunia pendidikan?
2.
Apa Penyebab buruknya
pendidikan di era globalisasi?
3.
Bagaimana cara
penyesuaian pendidikan di Indonesia pada era globalisasi?
4.
Mengapa Globalisasi
penting bagi pendidikan?
5.
Siapa yang bisa menghadapi
arus globalisasi dalam dunia pendidikan?
3.TUJUAN
1.Bagi Penulis
Makalah ini disusun
untuk memenuhi tugas yang diberikan oleh guru dalam ujian praktek bahasa
indonesia. Lalu, bagi saya pribadi makalah ini juga bisa digunakan untuk
menambah pengetahuan bagi pelajar, baik dalam belajar maupun kehidupan.
2. Bagi Pembaca
Makalah ini
dimaksudkan untuk membahas dampak globalisasi terhadap dunia pendidikan dan
menambah ilmu pengetahuan mengenai globalisasi. Pembaca bisa juga
digunakan makalah ini untuk langkah menuju ke pengetahuan yang lebih luas,
sehingga kedepannya tercipta sumber daya manusia yang unggull
3.Bagi Masyarakat
Supaya masyarakat bisa
lebih memahami tentang arti penting globalisasi sehingga dampak negatif yang
sudah ada bisa lebih di tinggalkan. Dan juga diharapkan agar realisasi kegiatan
positif terhadap adanya pendidikan semakin lebih baik.
MANFAAT
Supaya bisa memperluas
kesempatan studi ke luar negeri. Lalu, bisa juga menjadi pembanding untuk
tenaga yang tidak berkualitas yang akhirnya jadi pagar sekaligus semangat untuk
lebih serius dan berkembang.
Untuk memperluas
wawasan, dan semakin canggihnya ilmu pengetahuan. Selain itu, pikiran kita bisa
menyesuaikan diri dengan perkembangan zaman sekarang. Dan juga pikiran kita
semakin berkembang dari zaman ke zaman. Dan juga kita gak kalah terhadap
pendidikan terhadap Negara lain.
BAB 2 PEMBAHASAN
Pengaruh Globalisasi Terhadap Dunia Pendidikan
Perkembangan dunia
pendidikan di Indonesia tidak dapat dilepaskan dari pengaruh perkembangan
globalisasi, di mana ilmu pengetahuan dan teknologi berkembang pesat. Era pasar
bebas juga merupakan tantangan bagi dunia pendidikan Indonesia, karena terbuka
peluang lembaga pendidikan dan tenaga pendidik dari mancanegara masuk ke Indonesia.
Untuk menghadapi pasar global maka kebijakan pendidikan nasional harus dapat
meningkatkan mutu pendidikan, baik akademik maupun non-akademik, dan
memperbaiki manajemen pendidikan agar lebih produktif dan efisien serta
memberikan akses seluas-luasnya bagi masyarakat untuk mendapatkan pendidikan.
Ketidaksiapan bangsa
kita dalam mencetak SDM yang berkualitas dan bermoral yang dipersiapkan untuk
terlibat dan berkiprah dalam kancah globalisasi, menimbulkan dampak positif dan
negatif dari dari pengaruh globalisasi dalam pendidikan dijelaskan dalam
poin-poin berikut:
1.Dampak Positif
Globalisasi Terhadap Dunia Pendidikan Indonesia:
1.
Pengajaran Interaktif
Multimedia
Kemajuan teknologi
akibat pesatnya arus globalisasi, merubah pola pengajaran pada dunia pendidikan.
Pengajaran yang bersifat klasikal berubah menjadi pengajaran yang berbasis
teknologi baru seperti internet dan computer. Apabila dulu, guru menulis dengan
sebatang kapur, sesekali membuat gambar sederhana atau menggunakan suara-suara
dan sarana sederhana lainnya untuk mengkomunikasikan pengetahuan dan informasi.
Sekarang sudah ada computer. Sehingga tulisan, film, suara, music, gambar
hidup, dapat digabungkan menjadi suatu proses komunikasi. Dalam fenomena balon
atau pegas, dapat terlihat bahwa daya itu dapat mengubah bentuk sebuah objek.
Dulu, ketika seorang guru berbicara tentang bagaimana daya dapat mengubah
bentuk sebuah objek tanpa bantuan multimedia, para siswa mungkin tidak langsung
menangkapnya. Sang guru tentu akan menjelaskan dengan contoh-contoh, tetapi
mendengar tak seefektif melihat. Levie dan Levie (1975) dalam Arsyad (2005)
yang membaca kembali hasil-hasil penelitian tentang belajar melalui stimulus
kata, visual dan verbal menyimpulkan bahwa stimulus visual membuahkan hasil
belajar yang lebih baik untuk tugas-tugas seperti mengingat, mengenali,
mengingat kembali, dan menghubung-hubungkan fakta dengan konsep.
1.
Perubahan Corak
Pendidikan
Mulai longgarnya
kekuatan kontrol pendidikan oleh negara. Tuntutan untuk berkompetisi dan
tekanan institusi global, seperti IMF dan World Bank, mau atau tidak, membuat
dunia politik dan pembuat kebijakan harus berkompromi untuk melakukan
perubahan. Lahirnya UUD 1945 yang telah diamandemen, UU Sisdiknas, dan PP 19
tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan (SNP) setidaknya telah membawa
perubahan paradigma pendidikan dari corak sentralistis menjadi desentralistis.
Sekolah-sekolah atau satuan pendidikan berhak mengatur kurikulumnya sendiri
yang dianggap sesuai dengan karakteristik sekolahnya. Kemudahan Dalam Mengakses
Informasi Dalam dunia pendidikan, teknologi hasil dari melambungnya globalisasi
seperti internet dapat membantu siswa untuk mengakses berbagai informasi dan
ilmu pengetahuan serta sharing riset antarsiswa terutama dengan mereka yang berjuauhan
tempat tinggalnya. Pembelajaran Berorientasikan Kepada Siswa Dulu, kurikulum
terutama didasarkan pada tingkat kemajuan sang guru. Tetapi sekarang, kurikulum
didasarkan pada tingkat kemajuan siswa. KBK yang dicanangkan pemerintah tahun
2004 merupakan langkah awal pemerintah dalam mengikutsertakan secara aktif
siswa terhadap pelajaran di kelas yang kemudian disusul dengan KTSP yang
didasarkan pada tingkat satuan pendidikan. Di dalam kelas, siswa dituntut untuk
aktif dalam proses belajar-mengajar. Dulu, hanya guru yang memegang otoritas
kelas. Berpidato di depan kelas. Sedangkan siswa hanya mendngarkan dan
mencatat. Tetapi sekarang siswa berhak mengungkapkan ide-idenya melalui
presentasi. Disamping itu, siswa tidak hanya bisa menghafal tetapi juga mampu menemukan
konsep-konsep, dan fakta sendiri.
2.
Dampak Negatif
Globalisasi Terhadap Dunia Pendidikan Indonesia:
1.
Komersialisasi
Pendidikan
Era globalisasi
mengancam kemurnian dalam pendidikan. Banyak didirikan sekolah-sekolah dengan
tujuan utama sebagai media bisnis. John Micklethwait menggambarkan sebuah kisah
tentang pesaingan bisnis yang mulai merambah dunia pendidikan dalam bukunya
“Masa Depan Sempurna” bahwa tibanya perusahaan pendidikan menandai pendekatan
kembali ke masa depan. Salah satu ciri utamanya ialah semangat menguji murid
ala Victoria yang bisa menyenangkan Mr. Gradgrind dalam karya Dickens.
Perusahaan-perusahaan ini harus membuktikan bahwa mereka memberikan hasil,
bukan hanya bagi murid, tapi juga pemegang saham.(John Micklethwait, 2007:166).
1.
Bahaya Dunia Maya
Dunia maya selain
sebagai sarana untuk mengakses informasi dengan mudah juga dapat memberikan
dampak negative bagi siswa. Terdapat pula, Aneka macam materi yang berpengaruh
negative bertebaran di internet. Misalnya: pornografi, kebencian, rasisme,
kejahatan, kekerasan, dan sejenisnya. Berita yang bersifat pelecehan seperti
pedafolia, dan pelecehan seksual pun mudah diakses oleh siapa pun, termasuk
siswa. Barang-barang seperti viagra, alkhol, narkoba banyak ditawarkan melalui
internet. Contohnya, 6 Oktober 2009 lalu diberitakan salah seorang siswi SMA di
Jawa Timur pergi meninggalkan sekolah demi menemui seorang lelaki yang dia
kenal melalui situs pertemanan “facebook”. Hal ini sangat berbahaya pada proses
belajar mengajar.
1.
Ketergantungan
Mesin-mesin penggerak
globalisasi seperti computer dan internet dapat menyebabkan kecanduan pada diri
siswa ataupun guru. Sehingga guru ataupun siswa terkesan tak bersemangat dalam
proses belajar mengajar tanpa bantuan alat-alat tersebut.
Keadaan Buruk Pendidikan di Indonesia
2.
Paradigma Pendidikan
Nasional yang Sekular-Materialistik
Diakui atau tidak,
sistem pendidikan yang berjalan di Indonesia saat ini adalah sistem pendidikan
yang sekular-materialstik. Hal ini dapat terlihat antara lain pada UU Sisdiknas
No. 20 tahun 2003 Bab VI tentang jalur, jenjang, dan jenis pendidikan bagian
kesatu (umum) pasal 15 yang berbunyi : Jenis pendidikan mencakup pendidikan
umum, kejuruan, akademik, profesi, advokasi, kagamaan, dan khusus dari pasal
ini tampak jelas adanya dikotomi pendidikan, yaitu pendidikan agama dan
pendidikan umum. Sistem pendidikan dikotomis semacam ini terbukti telah gagal
melahirkan manusia yang sholeh yang berkepribadian sekaligus mampu menjawab
tantangan perkembangan melalui penguasaan sains dan teknologi. Secara
kelembagaan,
Sekularisasi
pendidikan tampak pada pendidikan agama melalui madrasah, institusi agama, dan
pesantren yang dikelola oleh Departemen Agama; sementara pendidikan umum
melalui sekolah dasar, sekolah menengah, kejurusan serta perguruan tinggi umum
dikelola oleh Departemen Pendidikan Nasional. Terdapat kesan yang sangat kuat
bahwa pengembangan ilmu-ilmu kehidupan (iptek) dilakukan oleh Depdiknas dan
dipandang sebagai tidak berhubungan dengan agama. Pembentukan karakter siswa
yang merupakan bagian terpenting dari proses pendidikan justru kurang tergarap
secara serius. Agama ditempatkan sekadar salah satu aspek yang perannya sangat
minimal, bukan menjadi landasan seluruh aspek.
Pendidikan yang
sekular-materialistik ini memang bisa melahirkan orang yang menguasai
sains-teknologi melalui pendidikan umum yang diikutinya. Akan tetapi,
pendidikan semacam itu terbukti gagal membentuk kepribadian peserta didik dan
penguasaan ilmu agama. Banyak lulusan pendidikan umum yang ‘buta agama’ dan rapuh
kepribadiannya. Sebaliknya, mereka yang belajar di lingkungan pendidikan agama
memang menguasai ilmu agama dan kepribadiannya pun bagus, tetapi buta dari segi
sains dan teknologi. Sehingga, sektor-sektor modern diisi orang-orang awam.
Sedang yang mengerti agama membuat dunianya sendiri, karena tidak mampu terjun
ke sektor modern.
1.
Mahalnya Biaya
Pendidikan
Pendidikan bermutu itu
mahal, itulah kalimat yang sering terlontar di kalangan masyarakat. Mereka
menganggap begitu mahalnya biaya untuk mengenyam pendidikan yang bermutu.
Mahalnya biaya pendidikan dari Taman Kanak-Kanak (TK) sampai Perguruan Tinggi
membuat masyarakat miskin memiliki pilihan lain kecuali tidak bersekolah. Makin
mahalnya biaya pendidikan sekarang ini tidak lepas dari kebijakan pemerintah yang
menerapkan MBS (Manajemen Berbasis Sekolah), dimana di Indonesia dimaknai
sebagai upaya untuk melakukan mobilisasi dana. Karena itu, komite sekolah yang
merupakan organ MBS selalu disyaratkan adanya unsur pengusaha. Asumsinya,
pengusaha memiliki akses atas modal yang lebih luas. Hasilnya, setelah komite
sekolah terbentuk, segala pungutan disodorkan kepada wali murid sesuai
keputusan komite sekolah. Namun dalam penggunaan dana, tidak transparan. Karena
komite sekolah adalah orang-orang dekat kepada sekolah.
Kondisi ini akan lebih
buruk dengan adanya RUU tentang Badan Hukum Pendidikan (RUU BHP). Berubahnya
status pendidikan dari milik publik ke bentuk Badan Hukum jelas memiliki
konsekuensi ekonomis dan politis amat besar. Dengan perubahan status itu pemerintah
secara mudah dapat melempar tanggung jawabnya atas pendidikan warganya kepada
pemilik badan hukum yang sosoknya tidak jelas. Privatisasi atau semakin
melemahnya peran negara dalam sektor pelayanan publik tak lepas dari tekanan
utang dan kebijakan untuk memastikan pembayaran utang. Utang luar negeri
Indonesia sebesar 35-40 persen dari APBN setiap tahunnya merupakan faktor
pendorong privatisasi pendidikan. Akibatnya, sector yang menyerap pendanaan
besar seperti pendidikan menjadi korban. Dana pendidikan terpotong hingga
tinggal 8 persen (Kompas, 10/5/2005).
Koordinator LSM
Education network foa Justice (ENJ), Yanti Mukhtar (Republika, 10/5/2005)
menilai bahwa dengan privatisasi pendidikan berarti Pemerintah telah
melegitimasi komersalialisasi pendidikan dengan menyerahkan tanggung jawab
penyelenggaraan pendidikan ke pasar. Dengan begitu, nantinya sekolah memiliki
otonomi untuk menentukan sendiri biaya penyelenggaraan pendidikan. Sekolah
tentu saja akan mematok biaya setinggi-tingginya untuk meningkatkan dan
mempertahankan mutu. Akibatnya, akses rakyat yang kurang mampu untuk menikmati
pendidikan berkualitas akan terbatasi dan masyarakat semakin terkotak-kotak
berdasarkan status sosial, antara kaya dan miskin.
Pendidikan berkualitas
memang tidak mungkin murah, tetapi persoalannya siapa yang seharusnya
membayarnya?. Kewajiban Pemerintahlah untuk menjamin setiap warganya memperoleh
pendidikan dan menjamin akses masyarakat bawah untuk mendapatkan pendidikan
bermutu. Akan tetapi, kenyataan Pemerintah justru ingin berkilah dari tanggung
jawab. Padahal keterbatasan dana tidak dapat dijadikan alasan bagi Pemerintah
untuk ‘cuci tangan’. Fandi achmad (Jawa Pos, 2/6/2007) menjelaskan bahwa
“mencermati konteks pendidikan dalam praktik seperti itu, tujuan pendidikan menjadi
bergeser. Awalnya, pendidikan adalah mencerdaskan kehidupan bangsa dan tidak
membeda-bedakan kelas sosial. Pendidikan adalah untuk semua. Namun, pendidikan
kemudian menjadi perdagangan bebas (free trade).
Tesis akhirnya, bila
sekolah selalu mengadakan drama tahun ajaran masuk sekolah dengan bentuk
pendidikan diskriminatif sedemikian itu, pendidikan justru tidak bisa
mencerdaskan bangsa. Ia diperalat untuk mengeruk habis uang rakyat demi
kepentingan pribadi maupun golongan.”
1.
Kualitas SDM yang
Rendah
Akibat paradigma
pendidikan nasional yang sekular-materialistik, kualitas kepribadian anak didik
di Indonesia semakin memprihatinkan. Dari sisi keahlian pun sangat jauh jika
dibandingkan dengan Negara lain. Jika dibandingkan dengan India, sebuah Negara
dengan segudang masalah (kemiskinan, kurang gizi, pendidikan yang rendah),
ternyata kualitas SDM Indonesia sangat jauh tertinggal. India dapat
menghasilkan kualitas SDM yang mencengangkan. Jika Indonesia masih
dibayang-bayangi pengusiran dan pemerkosaan tenaga kerja tak terdidik yang
dikirim ke luar negeri, banyak orang India mendapat posisi bergengsi di pasar
Internasional.
Di samping kualitas
SDM yang rendah juga disebabkan di beberapa daerah di Indonesia masih
kekurangan guru, dan ini perlu segera diantisipasi. Tabel 1. berikut
menjelaskan tentang kekurangan guru, untuk tingkat TK, SD, SMP dan SMU maupun
SMK untuk tahun 2004 dan 2005. Total kita masih membutuhkan sekitar 218.000
guru tambahan, dan ini menjadi tugas utama dari lembaga pendidikan keguruan.
Dalam menghadapi era
globalisasi, kita tidak hanya membutuhkan sumber daya manusia dengan latar
belakang pendidikan formal yang baik, tetapi juga diperlukan sumber daya
manusia yang mempunyai latar belakang pendidikan non formal.
3.
Penyesuaian Pendidikan
Indonesia di Era Globalisasi
Dari beberapa takaran
dan ukuran dunia pendidikan kita belum siap menghadapi globalisasi. Belum siap
tidak berarti bangsa kita akan hanyut begitu saja dalam arus global tersebut.
Kita harus menyadari bahwa Indonesia masih dalam masa transisi dan memiliki
potensi yang sangat besar untuk memainkan peran dalam globalisasi khususnya
pada konteks regional. Inilah salah satu tantangan dunia pendidikan kita yaitu
menghasilkan SDM yang kompetitif dan tangguh. Kedua, dunia pendidikan kita
menghadapi banyak kendala dan tantangan. Namun dari uraian di atas, kita
optimis bahwa masih ada peluang.
Ketiga, alternatif
yang ditawarkan di sini adalah penguatan fungsi keluarga dalam pendidikan anak
dengan penekanan pada pendidikan informal sebagai bagian dari pendidikan formal
anak di sekolah. Kesadaran yang tumbuh bahwa keluarga memainkan peranan yang
sangat penting dalam pendidikan anak akan membuat kita lebih hati-hati untuk
tidak mudah melemparkan kesalahan dunia pendidikan nasional kepada otoritas dan
sektor-sektor lain dalam masyarakat, karena mendidik itu ternyata tidak mudah
dan harus lintas sektoral. Semakin besar kuantitas individu dan keluarga yang
menyadari urgensi peranan keluarga ini, kemudian mereka membentuk jaringan yang
lebih luas untuk membangun sinergi, maka semakin cepat tumbuhnya kesadaran
kompetitif di tengah-tengah bangsa kita sehingga mampu bersaing di atas
gelombang globalisasi ini.
Yang dibutuhkan
Indonesia sekarang ini adalah visioning (pandangan), repositioning strategy
(strategi) , dan leadership (kepemimpinan). Tanpa itu semua, kita tidak akan
pernah beranjak dari transformasi yang terus berputar-putar. Dengan visi jelas,
tahapan-tahapan yang juga jelas, dan komitmen semua pihak serta kepemimpinan
yang kuat untuk mencapai itu, tahun 2020 bukan tidak mungkin Indonesia juga
bisa bangkit kembali menjadi bangsa yang lebih bermartabat dan jaya sebagai
pemenang dalam globalisasi.
4. PENTINGNYA GLOBALISASI PADA PENDIDIKAN
Karena Globalisasi sangat erat kaitannya
dengan pendidikan yang didalamnya terdapat proses mempengaruhi dalam segala
bidang terutama dalam ranah pendidikan, yang berimbas pada nlai-nilai moral,
sosial, budaya dan kepribadian yang dapat berdampak positif dan negatif.
Pendidikan tidak mungkin menisbikan proses globalisasi yang akan mewujudkan
masyarakat global ini. Dalam menuju era globalisasi, Indonesia harus melakukan
reformasi dalam proses pendidikan, dengan tekanan menciptakan sistem pendidikan
yang lebih komperehensif dan fleksibel. Dan dalam merespon globalisasi, kita
hendaknya tidak terjebak ke dalam sikap-sikap ekstrem, mendukung dan
menerimanya tanpa reserve atau menolaknya mentah-mentah. Akan tetapi, hendaknya
kita bisa bersikap lebih kritis dan kreatif dengan melakukan penelaahan
terhadap setiap sisi dari globalisasi.
ELEMEN YANG BISA MENGHADAPI GLOBALISASI PADA PENDIDIKAN
1.
Pendidik (Guru)
Guru adalah pendidik
professional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan,
melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik dijalur pendidikan formal,
pendidikan dasar, dan pendidikan menengah.
Disamping itu, di era
global saat ini dituntut adanya fungsi dari keberadaan guru sebagai tenaga
professional, yang mampu meningkatkan martabat serta mampu melaksanakan system
pendidikan nasional dan mewujudkan pendidikn nasional, yaitu berkembangnya
potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa.
Maka dari itu, masalah
guru merupakan topik yang tidak pernah habis dibahas dan selalu aktual seiring
dengan perubahan zaman dan pengaruh globalisasi dalam pendidikan, karena
permasalahan guru sendiri dan dunia pendiidkan yang menyangkutnya selalu
diperbincangkan. Pada dasarnya persoalan etika dan moral anak bangsa, bukan
hanya permasalahan guru namun jika yang dituju adalah moral peserta didik (siswa), maka tidak ada alasan untuk guru dilibatkan.
Guru sebagai pengajar dan pendidik, memang tidak hanya harus membina para murid
segi kognitif dan psikomotoriknya demi peningkatan nilai angka. Akan tetapi,
seorang guru sangat dituntut agar apa yang ia kerjakan dipraktekan oleh para
muridnya dalam kehidupan.
Guru adalah orang yang
bertanggung jawab atas peningkatan moral pelajar dan juga kemerosotannya. Untuk
itu tugas guru tidak terbatas pada pengajaran mata pelajaran, tapi yang paling
penting adalah pencetakan karakter murid. Tantangan persoalan ini memang sangat
sulit bagi seorang guru karena keterbatasan kontrolling pada murid kerap
membuatnya kecolongan.
Disamping
itu, dalam menghadapi era globalisasi guru dituntut meningkatkan profesionalitasnya
sebagai pengajar dan pendidik. Guru juga harus siap menghadapi kata kunci dunia
pendidikan, seperti: kompetisi, transparansi,
efisiensi, dan kualitas tinggi. Dengan demikian kualitas mutu
pendidikan harus sangat diperhatikan oleh para guru untuk menyelamatkan
profesinya.
Untuk itu dalam
peningkatan kualitas pengajaran, guru harus bisa mengembangun tiga intelegensi dasar siswa. Yaitu: intelektual, emosional, dan moral. Tiga unsur itu
harus ditanamkan pada diri murid sekuat-kuatnya agar terpatri dalam dirinya.
Kemudian system pembelajaran yang kreatif dan inovatif juga menjadi penting
bagi guru, sehingga dapat megembangkan seluruh potensi diri siswa, dan
memunculkan keinginan bagi siswa untuk maju yang diikuti ketertarikan untuk
menemukan hal-hal baru pada bidang yang diminati melalui belajr mandiri (self study) yang kuat. Dengan perkembangan bidang
teknologi informasi semakin mendorong dalam kemajuan bidang ilmu pengetahuan,
sehingga dunia pendidikan harus memiliki kemampuan untuk memanfaatkan semaksimal
mungkin.
1.
Peserta Didik (Siswa)
Selain tugas utama
seorang siswa yaitu belajar, seorang siswa juga harus mampu memilah dan memilih
segala pengaruh yang masuk dalam dirinya, baik itu pengaruh dari teman
sebayanya, lingkungannya, maupun media masa. Dampak dari pengaruh globalisasi
terhadap siswa akan sangat mungkin berdampak negativ dan menghancurkan dirinya
jika tidak segera ditanggulangi.
Baik pengaruh positif
maupun negatif dari globalisasi akan sangat terlihat jelas bagi siswa dalam
perilaku dan tingkah lakunya sehari-hari. Hal itu dikarenakan mereka masih
dalam masa-masa labil, dan masa-masa dimana selalu ingin mencoba sesuatu hal
yang dianggap baru. Hal ini yang perlu diperhatikan bagi orang-rang dewasa
yang ada disekitarnya.
Akses internet yang
terbuka seluas-luasnya akan berdampak buruk bagi siswa jika digunakan untuk
mengakses video porno, maupun gambar-gambar lainnya yang tidak sepantasnya
mereka akses. Namun akan sangat baik jika akses interet digunakan oleh mereka
untuk mencari informasi dan pengetahuan sebanyak-banyaknya karena dunia ini
akan terasa sempit melaui dunia maya.
Dua hal yang saling
kontradiktif namun sangat dekat sekali, sehingga tidak jarang yang
menyalahgunkan dalam pemanfaatan kemajuan teknologi bagi siswa. Maka dari itu
tiga unsur dasar bagi siswa, yaitu intelektual, emosional, dan moral sangat
penting untuk mereka miliki.
Intelektual murid
harus luas, agar ia bisa menghadapi arus globalisasi dan tidak ketinggalan
zaman, apalagi sampai terbawa arus. Selain itu, dimensi emosional dan spiritual
siswa juga harus terdidik dengn baik, agar bisa melahirkan perilaku yang baik
dan bisa bertahan diantara pengaruh demoralisasi di
era globalisasi dengan prinsip spiritualnya.
1.
Orang Tua
Orang tua atau
keluarga dianggap sebagai pendidikan pertama bagi anak sebelum mereka
dikenalkan dengan dunia luar. Pengaruh keluarga juga sangat besar dalam
pertumbuhan seorang anak, karena disamping mempunyai kedekatan secara
emosional, mereka juga mempunyai tingkat kebersamaan yang lebih karena tinggal dalam
satu atap atau satu rumah.
Peran orang tua untuk
mencari tau segala kegiatan yang dilakukan oleh anak-anaknya sangat penting,
dimana jika keluarga sedikit mengbaikan itu maka akan berdampak pada
kepribadian dan perilaku anak-anaknya yang tidak terkontrol. Orang tua
terkadang memberikan sepenuhnya kepada sekolah dalam mendidik dan mengembangkan
potensi anak, padahal tidak sampai disitu saja karena kontrol dari sekolah
terbatas hanya dalam jam pelajaran sekolah.
Mencari tahu segala
kegiatan anak tidak harus dengan mengikutinya setiap detik dan setiap waktu.
Namun bisa dilakukan dengan banyak hal dan cara, seperti dengan memberikan
perhatian, menanyakan dengan siapa teman bermain, menanyakan keadaan anak
kepada guru-guru nya di sekolah, dan lain sebagainya. Hal seperti ini
sangat mudah dilakukan, namun terkadang orang tua sibuk dengan kegiatannya
masing-masing bahan tidak mau tahu sehingga anak seringkali terabaikan.
BAB 3 PENUTUP
Kesimpulan
Demikianlah
yang dapat saya sampaikan mengenai materi
yang telah menjadi bahasan dalam makalah
ini. Tentu juga makalah ini banyak kesalahan
karena terbatasnya pengetahuan saya (penulis) serta
rujukan atau referensi yang saya(penulis) peroleh. Saya
berharap kritik dan saran yang bersifat membangun dan lugas dari pembaca untuk
kesempurnaan makalah ini. Semoga jurnal ilmiah ini bermanfaat bagi
pembaca.
Saran
Penulis memberikan
saran yang ditujukan untuk:
1.
Masyarakat agar para
orang tua memperhatikan kepentingan anaknya dalam hal pendidikan sehingga
pendidikan berjalan dengan lancar.
2.
Pemerintah harus
menganggarkan dana yang cukup untuk keperluan pendidikan dan menambah beasiswa
bagi guru untuk training
DAFTAR ACUAN
(https://anggaradian.wordpress.com/2011/12/30/pengaruh-globalisasi-terhadap-pendidikan-di-indonesia/)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar