Rabu, 30 Desember 2015

Mekanisme Pasar

KARYA TULIS ILMIAH
MEKANISME PASAR
Disusun untuk memenuhi tugas Mata Kuliah Bahasa Indonesia
Yang diampu oleh Bapak Drs. Agus Riyono

https://wa2nsteecomz.files.wordpress.com/2011/10/logo.jpg

Disusun oleh :

YONI ARIANTO      ( 3115101025 )




                                                           
STIKOM PGRI BANYUWANGI
MANAJEMEN INFORMATIKA
DESEMBER 2015

KATA PENGANTAR
            Segala puji dan syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas barokah dan limpahan rahmat-Nya kami bisa menyelesaikan karya ilmiah ini dengan baik. Shalawat serta salam semoga selalu tercurah limpahkan kepada Nabi Muhammad SAW.
            Makalah ini kami susun untuk memenuhi tugas mata kuliah Bahasa Indonesia. Kami menyadari bahwa penyusunan karya ilmiah ini tidak lepas dari bantuan semua
pihak. Oleh karena itu kami ucapkan terima kasih kepada :
1.      Bapak Drs. Agus Riyono, selaku dosen pengajar mata kuliah Bahasa Indonesia yang telah memberikan bekal materi untuk penyusunan makalah ini.
2.      Rekan-rekan dan semua pihak yang membantu penyelesaian makalah ini.
            Penulis menyadari bahwa karya ilmiah ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu kami mengharapkan kritik dan saran yang sifatnya membangun. Demi kesempurnaan makalah dimasa mendatang.
            Sebagai bagian akhir pengantar ini, besar harapan kami agar  apa yang kami tulis ini merupakan proses baik  yang dapat membawa manfaat yang besar untuk penulis, utamanya seluruh pembaca. Amin.




                                                                        Banyuwangi, 16 November 2015                                                                        Penulis

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL............................................................................         i
KATA PENGANTAR.........................................................................        ii
DAFTAR ISI.........................................................................................       iii
BAB I PENDAHULUAN.....................................................................        1
A.    Latar Belakang......................................................................        1
B.     Rumusan Masalah.................................................................        2
C.     Tujuan....................................................................................        2
BAB II PEMBAHASAN......................................................................        3
A.    Masa Rasulullah....................................................................        3
B.     Pandangan Ekonom Muslim.................................................        5
C.     Peranan Pemerintah Dalam Mengawasi Pasar.......................      10
BAB III PENUTUP..............................................................................      12
A.    Kesimpulan............................................................................      12

DAFTAR PUSTAKA...........................................................................      13


BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang Masalah
Pasar adalah sebuah mekanisme pertukaran produk baik berupa barang maupun jasa alamiah dan telah berlangsung sejak peradaban awal manusia. Islam menempatkan pasar pada kedudukan yang penting dalam perekonomian. Praktik ekonomi pada masa Rasulullah dan Khulafaur rasyidin menunjukkan peranan pasar yang besar dalam pembentukan masyarakat islam pada masa itu. Rasulullah sangat menghargai harga yang dibentuk oleh mekanisme pasar sebagai harga yang adil. Beliau menolak adanya suatu intervensi harga (price intervention) seandainya perubahan harga terjadi karena mekanisme pasar yang wajar yaitu hanya karena pergeseran permintaan dan penawaran. Namun, pasar disini mengharuskan adanya moralitas dalam aktivitas ekonominya, antara lain: persaingan yang sehat dan adil (fair play), kejujuran (honesty), keterbukaan (transparancy), dan keadilan (justice). Jika nilai ini telah ditegakkan, maka tidak ada alasan dalam ekonomi islam untuk menolak harga yang terbentuk oleh mekanisme di pasar.
Dalam hal ini, akan dijelaskan bagaimana Rasulullah menghargai mekanisme yang terjadi pasar sebagai sebuah sunnatullah yang harus dihormati. Pandangan tentang pasar dan harga dari beberapa pemikir besar muslim, seperti: Abu Yusuf, Al-Ghazali, Ibn Khaldun, dan Ibn Taimiyah juga diungkap. Pemikiran mereka ternyata sangat canggih dan tergolong futuristik jika dipandang pada masanya. Pemikiran mereka tentu saja merupakan kekayaaan khazanah intelektual yang sangat berguna pada masa kini dan masa depan. Selanjutnya, dipaparkan bagaimana mekanisme kerja pasar serta faktor yang mempengaruhinya. Beberapa bentuk transaksi bisnis yang dianggap tidak islami, yang umum dipraktikkan masyarakat arab pada waktu itu.

B.     Rumusan Masalah
1.      Bagaimana mekanisme pasar pada masa Rasulullah?
2.      Bagaimana pandangan ekonom muslim dalam mekanisme pasar?
3.      Bagaimana peranan pemerintah dalam mengawasi pasar?

C.    Tujuan Penulisan
1.      Mengetahui dan memahami mekanisme pasar pada masa Rasulullah.
2.      Mengetahui dan memahami pandangan ekonom muslim dalam mekanisme pasar.
3.      Mengetahui dan memahami peranan pemerintah dalam mengawasi pasar.




















BAB II
PEMBAHASAN

A.    MASA RASULULLAH
Al-Arif dan Amalia (2010:264) menjelaskan bahwa pasar memegang peranan penting dalam perekonomian masyarakat muslim pada masa Rasulullah SAW dan Khulafaurrasyidin. Bahkan, Rasulullah SAW sendiri pada awalnya adalah seorang pebisnis, demikian pula Khulafaurrasyidin dan kebanyakan sahabat. Pada usia tujuh tahun, Muhammad telah diajak oleh pamannya Abu thalib melakukan perjalanan perdagangan kenegeri syam. Dari sinilah ilmu perniagaan beliau diasah.
Kemudian, sejalan dengan usianya semakin dewasa, Muhammad semakin giat berdagang, baik dengan modal sendiri ataupun bermitra dengan orang lain. Kemitraan, baik dengan sistem mudarabah atau musyarakah, dapat dianggap cukup populer pada masyarakat arab pada waktu itu. Salah satu mitra bisnisnya adalah khadijah seorang wanita pengusaha yang cukup disegani di mekkah, yang akhirnya menjadi istri beliau. Berkali-kali Muhammad terlibat urusan dagang ke luar negeri (syam, suria, yaman, dan lain-lain) dengan membawa modal dari khadijah. Setelah menjadi suami khadijah pun Muhammad juga tetap aktif berbisnis, termasuk berdagang dipasar lokal sekitar kota mekkah.
Muhammad adalah seorang pedagang profesional dan selalu menjunjung tinggi kejujuran, ia mendapat julukan ‘al-amin’ (yang terpercaya). Setelah menjadi Rasul, Muhammad memang tidak lagi menjadi pelaku bisnis secara aktif karena situasi dan kondisinya yang tidak memungkinkan. Pada saat awal perkembangan islam di mekkah Rasulullah dan masyarakat muslim mendapat gangguan dan teror yang berat dari masyarakat kafir mekkah (terutama suku Qurais, suku Rasulullah sendiri) sehingga perjuangan dan dakwah merupakan prioritas. Ketika masyarakat muslim telah berhijrah (bermigrasi) ke madinah, peran Rasulullah bergeser menjadi pengawas pasar atau al-muhtasib. Beliau mengawasi jalannya mekanisme pasar di madinah dan sekitarnya agar tetap dapat berlangsung secara islam. (Al-Arif dan Amalia , 2010:265)
Pada masa itu. mekanisme pasar sangat dihargai. Beliau menolak untuk membuat kebijakan penetapan harga manakala tingkat harga di madinah pada saat itu tiba-tiba naik sepanjang kenaikan terjadi karena kekuatan permintaan dan penawaran yang murni, yang tidak di barengi dengan dorongan-dorongan monopolistik dan monopsonistik, maka tidak ada alasan untuk tidak menghormati harga pasar. Pada saat itu para sahabat berkata:
“Wahai Rasulullah tentukanlah harga untuk kita!”.
Beliau menjawab,“Allah itu sesungguhnya adalah penentu harga, penahan, pencurah, serta pemberi rizki. Aku mengharapkan dapat menemui Tuhanku di mana salah seorang dari kalian tidak menuntutku karena kezaliman dalam hal darah dan harta.”
Dalam hadis diatas jelas dinyatakan bahwa pasar merupakan hukum alam (sunnatullah) yang harus di junjung tinggi. Tak seorang pun secara individual dapat memengaruhi pasar, sebab pasar adalah kekuatan kolektif yang telah menjadi ketentuan Allah. Pelanggaran terhadap terhadap harga pasar, misalnya penetapan harga dengan cara dan karena alasan yang tidak tepat, merupakan suatu ketidakadilan (zulm/ injustice) yang akan dituntut pertanggungjawabannya dihadapan Allah. Sebaliknya, dinyatakan bahwa penjual yang menjual dagangannya dengan harga pasar adalah laksana orang yang berjuang dijalan Allah (jihad fi sabilillah), sementara yang menetapkan sendiri termasuk sebuah perbuatan ingkar kepada Allah .
Penghargaan islam terhadap mekanisme pasar berdasar pada ketentuan Allah bahwa perniagaan harus dilakukan secara baik dengan rasa suka sama suka (antaradin minkum/mutual goodwill). Dalam al-Qur’an dinyatakan:
 “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang Berlaku dengan suka sama-suka di antara kamu. dan janganlah kamu membunuh dirimu, sesungguhnya Allah maha penyayang kepadamu.” (An-Nisa:29)
Karim (2007:152) menjelaskan bahwa dalam konsep islam, pertemuan permintaan dengan penawaran tersebut haruslah terjadi secara rela sama rela. Tidak ada pihak yang merasa terpaksa untuk melakukan transaksi pada tingkat harga tersebut. Keadaan rela sama rela merupakan kebalikan dari keadaan aniaya, yaitu keaadaan dimana salah satu pihak senang di atas kesedihan pihak lain.
Agar mekanisme pasar dapat berjalan dengan baik dan memberikan mutual goodwill bagi para pelakunya, maka nilai moralitas mutlak harus ditegakkan. Secara khusus, nilai moralitas yang mendapat perhatian penting dalam pasar adalah persaingan yang sehat, kejujuran, keterbukaan, dan keadilan. Nilai moralitas ini memeililki akar yang kuat dalam ajaran islam, sebagaimana dicantumkan dalam berbagai ayat al-Qur’an. Untuk itulah Rasulullah telah menetapkan beberapa larangan terhadap praktik bisnis negatif yang dapat mengganggu mekanisme pasar yang islami.
Marthon (2007:88) menjelaskan bahwa jual beli yang dilakukan oleh manusia bertujuan untuk mendapatkan profit dan sumber kecurangan bisa berasal dari laba yang di inginkan. Setiap penjual dan pembeli berkeinginan untuk mendapatkan laba yang maksimal. Syari’ah tidak melarang adanya laba dalam jual beli. Dan syari’ah juga tidak membatasi laba yang harus dihasilkan. Akan tetapi, syari’ah hanya melarang adanya penipuan, tindak kecurangan, melakukan kebohongan atas kebaikan barang, serta menyembunyikan aib yang terdapat dalam suatu barang.

B.     PANDANGAN EKONOM MUSLIM
Pasar telah mendapatkan perhatian memadai dari para ulama klasik seperti Abu Yusuf, Al-Ghazali, Ibn Khaldun, dan Ibn Taimiyah. Pemikiran mereka tentang pasar tidak saja mampu memberikan analisis yang tajam tentang apa yang terjadi pada masa itu, tetapi tergolong futuristik. Banyak dari pemikiran mereka baru dibahas oleh ilmuwan barat beratus-ratus tahun kemudian. (Al-Arif dan Amalia, 2010:267)
1.      Mekanisme Pasar Menurut Abu Yusuf (731-798 M)
Pemikiran Abu Yusuf tetntang pasar dapat dijumpai dalam bukunya Al-Kharaj. Selain membahas prinsip perpajakan dan anggaran negara yang menjadi pedoman kekhalifahan Harun Al-Rasyid di Baghdad, buku ini juga membicarakan beberapa prinsip dasar mekanisme pasar. Tulisan pertamanya menguraikan tentang naik dan turunnya produksi yang dapat mempengaruhi harga. Abu Yusuf mengatakan, “Tidak ada batasan tertentu tentang murah dan mahal yang dapat dipastikan. Hal tersebut ada yang mengaturnya. Prinsipnya tidak bisa diketahui. Murah bukan karena melimpahnya makanan, demikian juga mahal bukan karena kelangkaan makanan. Murah dan mahal merupakan ketentuan Allah (sunnatullah). Kadang-kadang makanan sangat sedikit, tetapi harganya murah.” Pernyataan ini secara implisit bahwa harga bukan hanya ditentukan oleh penawaran, tetapi juga permintaan terhadap barang tersebut.
Bahkan, Abu Yusuf mengidikasikan adanya variabel lain yang juga turut memengaruhi harga misalnya jumlah uang beredar di negara itu, penimbunan atau penuhanan suatu barang, atau lainnya. Pada dasarnya pemikiran Abu Yusuf ini merupakan hasil observasinya terhadap fakta empiris, sering kali terjadi melimpahnya barang ternyata diikuti dengan tingginya harga, sementara kelangkaan barang diikuti dengan harga yang rendah.
2.      Evolusi Pasar Menurut Al-Ghazali (1058-1111 M)
AL-Ihya ‘Ulumuddin karya Al-Ghazali juga membahas topik ekonomi, termasuk pasar. Dalam magnum opusnya itu ia telah membicarakan barter dan permasalahannya, pentingnya aktivitas perdagangan dan evolusi terjadinya pasar, termasuk bekerjanya kekuatan permintaan dan penawaran dalam memengaruhi harga.
Al-Ghazali menyadari kesulitan yang timbul akibat sistem barter yang dalam istilah ekonomi modern disebut double coincidence, dan karena itu diperlukan suatu pasar. Selanjutnya, ia juga memperkirakan kejadian ini akan berlanjut dalam skala yang lebih luas, mencakup banyak daerah atau negara.
Al-Ghazali tidak menolak kenyataan bahwa mencari keuntungan merupakan motif utama dalam perdagangan. Namun, ia memberikan banyak penekanan kepada etika dalam bisnis, di mana etika ini diturunkan dari nilai-nilai islam. Keuntungan yang sesungguhnya adalah keuntungan yang akan diperoleh di akhirat kelak. Ia juga menyarankan adanya peran pemerintah dalam menjaga keamanan jalur perdagangan demi kelancaran perdagangan dan pertumbuhan ekonomi.
Dalam buku teks ekonomi konvensional didapati penjelasan bahwa barang-barang kebutuhan pokok, misalnya makanan, memiliki kurva permintaan yang inelastis. Al-Ghazali telah menyadari hal ini sehingga ia menyarankan agar penjualan barang pokok tidak dibebani keuntungan yang besar agar tidak terlalu membebani masyarakat. Ia mengatakan, “karena makanan kebutuhan pokok, perdagangan makanan seminimal mungkin didorong oleh motif mencari keuntungan untuk menghindari eksploitasi melalui pengenaan harga yang lebih tinggi keuntungan yang lebih besar. Keuntungan semacam ini seharusnya dicari dari barang-barang yang bukan merupakan kebutuhan pokok.
3.      Pemikiran Ibn Taimiyah
Pemikiran Ibn Taimiyah mengenai mekanisme pasar banyak dicurahkan melalui bukunya yang sangat terkenal, yaitu Al-Hisbah fi’l Al-Islam dan Majmu’ Fatawa. Pandangan Ibn Taimiyah mengenai hal ini sebenarnya terfokus pada masalah pergerakan harga yang terjadi pada waktu itu, tetapi ia letakkan dalam kerangka mekanisme harga pasar. Secara umum, beliau telah menunjukan the beauty of market (keindahan mekanisme pasar sebagai mekanisme ekonomi), disamping segala kelemahannya. Ibn Taimiyah berpendapat bahwa kenaikan harga tidak selalu disebabkan oleh ketidakadilan (zulm/injustice) dari pedagang/penjual, sebagaimana banyak dipahami orang pada waktu itu. Ia menunjukan bahwa harga merupakan hasil interaksi hukum permintaan penawaran yang berbentuk karena berbagai faktor yang kompleks. Dalam Al-Hisbah-nya, Ibn Taimiyah membantah bahwa anggapan ini dengan mengatakan bahwa:
Naik dan turunya harga tidak selalu disebabkan oleh adanya ketidakadilan (zulm/injustice) dari beberapa bagian pelaku transaksi. Terkadang penyebabnya adalah defisiensi dalam produksi atau penurunan terhadap barang yang diminta, atau tekenan pasar. Oleh karena itu, jika permintaan terhadap barang-barang tersebut naik sementara ketersediaanya/penawaranya menurun, maka harganya akan naik. Sebaliknya, jika ketersediaan barang-barang akan menaik dan permintaan terhadapnya menurun, maka harga barang tersebut akan turun juga. Kelangkaan (scarcity) dan keberlimpahan (abudance) barang mungkin bukan disebabkan oleh  tindakan sebagian orang, kadang-kadang disebabkan karena tindakan yang tidak adil atau juga bukan. Hal ini adalah kehendak Allah yang telah menciptakan keinginan dalam hati manusia.”
Dalam kitab Fatwa-nya Ibn Taimiyah juga memberikan penjelasan yang lebih perinci tentang beberapa faktor yang memengaruhi permintaan, dan kemudian tingkat harga. Beberapa faktor ini yaitu:
a.    Keinginan orang (al-raghabah) terhadap barang sering kali berbeda-beda.
b.    Jumlah orang yang meminta (demander/tullab) juga memengaruhi harga.
c.    Harga juga akan dipengaruhi oleh kuat atau lemahnya kebutuhan terhadap barang, selain juga besar dan kecilnya permintaan.
d.    Harga akan juga bervariasi menurut kualitas pembeli barang tersebut (al-mu’awid).
e.    Tingkat harga juga dipengaruhi oleh jenis (uang) pembayaran yang digunakan dalam transaksi jaul beli.
f.      Tujuan dari suatu transaksi harus menguntungkan penjual dan pembeli.
g.    Kasus yang sama diterapkan pada orang pada orang yang menyewakan suatu barang.
Pernyataan diatas sesungguhnya menunjukkan kompleksitas penentu harga pasar. Pada poin (a) Ibn Taimiyah secara implisit menunjukan peranan ekspetasi terhadap permintaan, kemudian terehadap harganya. Menurutnya, keinginan seseorang terhadap sesuatu dipengaruhi oleh ketersediaan barang tersebut. Jika ketersediaan suatu barang langka, maka masyarakat khawatir bahwa esok kemungkinan akan lebih langka sehingga berusaha untuk meningkatkan permintaan saat ini. Selanjutnya, harga juga akan meningkat jika jumlah orang yang meminta banyak, demikian pula sebaliknya. Pernyataan ini merupakan logika yang amat jelas tentang hubungan kuantitas yang diminta dengan tingkat harga. Poin (b) tersebut juga mengindikasi pengaruh anggregat demand terhadap harga. Sementara pada pin (c) ditunjukkan bahwa barang yang amat dibutuhkan akan menimbulkan permintaan kuat terhadapnya sehingga harganya cenderung tinggi. Barang-barang seperti ini berarti tingkat subtitusinya rendah.
Pernyataan pada poin (d) menunjukkan analisis Ibn Taimiyah pada transaksi kredit. Jika konsumen kaya dan kredibel, maka kepastian pembayaran akan lebih tinggi sehingga harga akan lebih rendah jika keadaan konsumen adalah sebaliknya. Jika konsumen miskin dan tidak kredibel, maka kemungkinan ia menunda atau mengingkari pembayaran akan lebih besar terjadi. Jadi, disini secara implisit Ibn Taimiyah sebenarnya memasukkan premi risiko (risk premium) dalam komponen pembentuk harga. Semakin kredibel seorang konsumen, maka semakin rendah, demikian sebaliknya. Pembahasannya tentang premi risiko ini juga tampak jelas pada poin (f), di mana ia juga menyebutkan soal kapasitas fisikal dari barang yang diperjualbelikan sebagai pembentuk harga. Jika harga transaksi tidak jelas wujud fisiknya, maka harga juga akan lebih tinggi sebab harus ada premi risiko yang besar pula.
Masalah penggunaan jenis uang juga dapat mengurangi tingkat harga. Transaksi menggunakan uang yang diterima luas (naqd rai’ij) dapat menghasilkan barang yang lebih rendah. Istilah naqd ra’ij sama sama dengan pengertian hard currencies, maka risiko instabilitas nilai uang akan lebih kecil dibandingkan menggunakan soft currancies (mata uang lemah) sehingga risiko kesalahan dalam transaksi bisa di perkecil. Pada masa itu, di damaskus mata uang dirham (uang perak) lebih umum di terima, sementara uang dirham (emas) tidak banyak dipakai sebagai uang. Disamping, fakyor-faktor yang telah disebutkan dalam poin, (a) hingga (f), Ibn Taimiyah memasukkan kemungkinan adanya biaya tambahan (addtinal cost) dalam transaksi sehingga mengurangi harga. Jika terdapat biaya tambahan, maka wajar jika tingakat harga akan lebih tinggi, demikian pula sebaliknya. Biaya tambahan ini ragamnya sangat banyak, meskipun dalam pernyataannya ia hanya mengambil contoh biaya tambahan yang mungkin timbul dalm transaksi di daerah berisiko keamanan. Ibn Taimiyah secara umum sangat menghargai arti penting harga yang terjadi karena mekanisme pasar yang bebas. Untuk itu, secara umum ia menolak segala campur tangan untuk menekan atau menetapkan harga (price intervention) sehingga mengganggu mekanisme yang bebas. Sepanjang kenaikan atau alamiah, maka dilarang dilakukan intervensi harga dibenarkan pada kasus spesifik dan dengan persyaratan yang spesifik pula, misalnya adanya ikhtikar.
4.      Mekanisme Pasar Menurut Ibn Khaldun (1332-1383M)
Pemikiran Ibn Khaldun tentang pasar termuat dalam buku yang monumental, Al-Muqadimah, terutama dalam bab “Harga-harga di kota-kota” (Price in Towns). Ia membagi barang-barang menjadi dua kategori, yaitu barang pokok dan mewah. Menurutnya, jika suatu kota berkembang dan jumlah penduduknya semakin banyak, maka harga barang pokok akan menurun sementara harga barang mewah akan menaik. Hal ini, disebabkan oleh meningkatnya penawaran bahan pangan dan barang  pokok lainnya sebab barang ini sangat penting dan dibutuhkan oleh setiap orang sehingga pengadaannya akan dipioritaskan. Sementara itu, harga barang mewah akan naik sejalan dengan meningkatnya gaya hidup yang mengakibatkan peningkatan permintaan barang mewah ini.
Ibn Khaldun sebenarnya menjelaskan pengaruh permintaan dan penawaran terhadap tingkat harga. Secara lebih perinci ia juga menjelaskan pengaruh persaingan di antara para konsumen dan meningkatnya biaya-biaya akibat perpajakan dan pungutan-pungutan lain terhadap tingkat harga.
Menurut Ibn Khaldun, tingkat keuntungan yang wajar akan mendorong tumbuhnya perdagangan. Para pedagang dan produsen lainnya akan kehilangan motivasi bertransaksi. Sebaliknya, jika tingkat keuntungan terlalu tinggi perdagangan juga akan melemah sebab akan menurunkan tingkat permintaan konsumsi. 
Ibn Khaldun sangat menghargai harga yang terjadi dalam pasar bebas, namun ia tidak mengajukan saran kebijakan pemerintah untuk mengelola harga. Ia lebih banyak memfokuskan kepada faktor yang memengaruhi harga.

C.    PERANAN PEMERINTAH DALAM MENGAWASI PASAR
Al-Arif dan Amalia (2010:275) menjelaskan bahwa Untuk lebih menjamin berjalannya mekanisme pasar secara sempurna peranan pemerintah sangat penting. Rasulullah SAW sendiri telah menjalankan fungsi sebagai market supervisor atau Al-Hisbah, yang kemudian banyak dijadikan acuan untuk peran negara terhadap pasar. Sementara dalam bukunya Al-Hisbah fi’l Islam, Ibn Taimiyah banyak mengungkap tentang peranan Al-Hisbah pada masa Rasulullah SAW. Rasulullah SAW sering melakukan inspeksi ke pasar untuk mengecek harga dan mekanisme pasar. Sering kali dalam inspeksinya beliau menemukan praktik bisnis yang tidak jujur sehingga beliau menegurnya. Rasulullah SAW juga telah memberikan banyak pendapat, perintah maupun larangan demi sebuah pasar yang islami (telah dijelaskan sebelumnya). Semua ini mengindikasikan secara jelas bahwa Al-Hisbah telah ada sejak masa Rasulullah SAW,  meskipun nama Al-Hisbah baru datang di masa kemudian.
Al-Hisbah adalah lembaga yang berfungsi untuk memerintahkan kebaikan sehingga menjadi kebiasaan dan melarang hal yang buruk ketika hal itu telah menjadi kebiasaan umum. Sementara, tujuan dari Al-Hisbah menurut Ibn Taimiyah adalah untuk memerintahkan apa yang disebut sebagai kebaikan (al-ma’ruf) dan mencegah apa yang secara umum disebut sebagai keburukan (al-munkar) di dalam wilayah yang menjadi kewenangan pemerintah untuk mengaturnya, mengadili dan wilayah umum khusus lainnya, yang tak bisa dijangkau oleh institusi biasa. Sementara itu, dengan bahasa yang berbeda tetapi bermakna sama.
Pada pemikiran ekonomi Islam kontemporer, eksistensi Al-Hisbah sering kali dijadikam acuan bagi fungsi negara terhadap perekonomian, khususnya dalam pasar. Namun, elaborasi Al-Hisbah dalam kebijakan praktis ternyata terdapat berbagai bentuk. Beberapa ekonomi berpendapat bahwa. Al-Hisbah akan diperankan oleh negara secara umum melalui berbagai institusinya. Al-Hisbah adalah semacam polisi khusus ekonomi. Dengan melihat fungsi Al-Hisbah yang luas dan strategis ini, adanya suatu independent agency Al-Hisbah, tampak Al-Hisbah akan melekat pada fungsi pemerintah secara keseluruhan, di mana dalam teknis operasionalnya akan dijalankan oleh kementerian, departemen, dinas, atau lembaga lain yang terkait.


















BAB III
PENUTUP

A.    KESIMPULAN
Pasar adalah sebuah mekanisme pertukaran produk baik berupa barang maupun jasa alamiah dan telah berlangsung sejak peradaban awal manusia. Islam menempatkan pasar pada kedudukan yang penting dalam perekonomian. Praktik ekonomi pada masa Rasulullah dan Khulafaur rasyidin menunjukkan peranan pasar yang besar dalam pembentukan masyarakat islam pada masa itu. Rasulullah sangat menghargai harga yang dibentuk oleh mekanisme pasar sebagai harga yang adil. Beliau menolak adanya suatu intervensi harga (price intervention) seandainya perubahan harga terjadi karena mekanisme pasar yang wajar yaitu hanya karena pergeseran permintaan dan penawaran.
Pasar telah mendapatkan perhatian memadai dari para ulama klasik seperti Abu Yusuf, AL-Ghazali, Ibn Khaldun, dan Ibn Taimiyah. Pemikiran mereka tentang pasar tidak saja mampu memberikan analisis yang tajam tentang apa yang terjadi pada masa itu, tetapi tergolong futuristik. Banyak dari pemikiran mereka baru dibahas oleh para ekonom barat ratusan tahun kemudian.
Untuk lebih menjamin berjalannya mekanisme pasar secara sempurna, peranan pemerintah sangat penting. Rasulullah SAW sendiri telah menjelaskan fungsi sebagai pengawas pasar (al-hisbah) yang berfungsi untuk mengawasi pasar dari praktik perdagangan yang tidak jujur atau berpotensi mengakibatkan cederanya mekanisme pasar






DAFTAR PUSTAKA

Al-Arif, M. Nur Rianto dan Euis Amalia. 2010. TEORI MIKROEKONOMI, Suatu Perbandingan Ekonomi Islam dan Konvensional. Jakarta: Kencana.

Karim, Adiwarman A. 2007. Ekonomi Mikro Islami. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.

Marthon, Said Sa’ad. 2007. Ekonomi Islam, Di Tengah Krisis Ekonomi Global. Jakarta: Zikrul Hakim.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar