KARYA TULIS ILMIAH
MEKANISME PASAR
Disusun untuk memenuhi tugas Mata Kuliah Bahasa Indonesia
Yang diampu oleh Bapak Drs. Agus Riyono

Disusun oleh :
YONI ARIANTO ( 3115101025 )
STIKOM PGRI
BANYUWANGI
MANAJEMEN
INFORMATIKA
DESEMBER 2015
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur
kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas barokah dan limpahan
rahmat-Nya kami bisa menyelesaikan karya ilmiah ini dengan baik. Shalawat serta salam semoga selalu tercurah limpahkan kepada Nabi Muhammad SAW.
Makalah ini kami susun untuk memenuhi tugas mata kuliah Bahasa Indonesia. Kami menyadari bahwa penyusunan karya ilmiah ini tidak lepas dari bantuan semua
pihak. Oleh karena itu kami ucapkan terima kasih kepada :
1.
Bapak Drs. Agus Riyono, selaku dosen pengajar mata kuliah Bahasa Indonesia yang telah memberikan bekal materi untuk penyusunan makalah ini.
2.
Rekan-rekan dan semua pihak yang membantu penyelesaian makalah ini.
Penulis menyadari bahwa karya ilmiah ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu kami mengharapkan kritik dan saran yang
sifatnya membangun. Demi kesempurnaan makalah dimasa mendatang.
Sebagai bagian akhir pengantar ini, besar harapan kami agar apa yang kami tulis ini merupakan
proses baik yang dapat membawa manfaat yang besar untuk penulis, utamanya seluruh pembaca. Amin.
Banyuwangi, 16 November 2015 Penulis
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL............................................................................ i
KATA PENGANTAR......................................................................... ii
DAFTAR ISI......................................................................................... iii
BAB I
PENDAHULUAN..................................................................... 1
A. Latar Belakang...................................................................... 1
B. Rumusan Masalah................................................................. 2
C. Tujuan.................................................................................... 2
BAB II
PEMBAHASAN...................................................................... 3
A.
Masa Rasulullah.................................................................... 3
B.
Pandangan Ekonom Muslim................................................. 5
C.
Peranan Pemerintah Dalam
Mengawasi Pasar....................... 10
BAB
III PENUTUP.............................................................................. 12
A.
Kesimpulan............................................................................ 12
DAFTAR PUSTAKA........................................................................... 13
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang Masalah
Pasar
adalah sebuah mekanisme pertukaran produk baik berupa barang maupun jasa
alamiah dan telah berlangsung sejak peradaban awal manusia. Islam menempatkan
pasar pada kedudukan yang penting dalam perekonomian. Praktik ekonomi pada masa
Rasulullah dan Khulafaur rasyidin menunjukkan peranan pasar yang besar dalam
pembentukan masyarakat islam pada masa itu. Rasulullah sangat menghargai harga
yang dibentuk oleh mekanisme pasar sebagai harga yang adil. Beliau menolak
adanya suatu intervensi harga (price intervention) seandainya perubahan
harga terjadi karena mekanisme pasar yang wajar yaitu hanya karena pergeseran
permintaan dan penawaran. Namun, pasar disini mengharuskan adanya moralitas
dalam aktivitas ekonominya, antara lain: persaingan yang sehat dan adil (fair
play), kejujuran (honesty), keterbukaan (transparancy), dan
keadilan (justice). Jika nilai ini telah ditegakkan, maka tidak ada
alasan dalam ekonomi islam untuk menolak harga yang terbentuk oleh mekanisme di
pasar.
Dalam
hal ini, akan dijelaskan bagaimana Rasulullah menghargai mekanisme yang terjadi
pasar sebagai sebuah sunnatullah yang harus dihormati. Pandangan tentang pasar
dan harga dari beberapa pemikir besar muslim, seperti: Abu Yusuf, Al-Ghazali,
Ibn Khaldun, dan Ibn Taimiyah juga diungkap. Pemikiran mereka ternyata sangat
canggih dan tergolong futuristik jika dipandang pada masanya. Pemikiran mereka
tentu saja merupakan kekayaaan khazanah intelektual yang sangat berguna pada
masa kini dan masa depan. Selanjutnya, dipaparkan bagaimana mekanisme kerja
pasar serta faktor yang mempengaruhinya. Beberapa bentuk transaksi bisnis yang
dianggap tidak islami, yang umum dipraktikkan masyarakat arab pada waktu itu.
B.
Rumusan Masalah
1. Bagaimana
mekanisme pasar pada masa Rasulullah?
2. Bagaimana
pandangan ekonom muslim dalam mekanisme pasar?
3. Bagaimana
peranan pemerintah dalam mengawasi pasar?
C.
Tujuan Penulisan
1. Mengetahui
dan memahami mekanisme pasar pada masa Rasulullah.
2. Mengetahui
dan memahami pandangan ekonom muslim dalam mekanisme pasar.
3. Mengetahui
dan memahami peranan pemerintah dalam mengawasi pasar.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
MASA RASULULLAH
Al-Arif dan Amalia (2010:264) menjelaskan bahwa pasar memegang peranan
penting dalam perekonomian masyarakat muslim pada masa Rasulullah SAW dan
Khulafaurrasyidin. Bahkan, Rasulullah SAW sendiri pada awalnya adalah seorang
pebisnis, demikian pula Khulafaurrasyidin dan kebanyakan sahabat. Pada usia
tujuh tahun, Muhammad telah diajak oleh pamannya Abu thalib melakukan
perjalanan perdagangan kenegeri syam. Dari sinilah ilmu perniagaan beliau
diasah.
Kemudian, sejalan dengan usianya semakin dewasa, Muhammad semakin giat
berdagang, baik dengan modal sendiri ataupun bermitra dengan orang lain.
Kemitraan, baik dengan sistem mudarabah atau musyarakah, dapat dianggap cukup
populer pada masyarakat arab pada waktu itu. Salah satu mitra bisnisnya adalah
khadijah seorang wanita pengusaha yang cukup disegani di mekkah, yang akhirnya
menjadi istri beliau. Berkali-kali Muhammad terlibat urusan dagang ke luar
negeri (syam, suria, yaman, dan lain-lain) dengan membawa modal dari khadijah.
Setelah menjadi suami khadijah pun Muhammad juga tetap aktif berbisnis,
termasuk berdagang dipasar lokal sekitar kota mekkah.
Muhammad adalah seorang pedagang profesional dan selalu menjunjung
tinggi kejujuran, ia mendapat julukan ‘al-amin’ (yang terpercaya).
Setelah menjadi Rasul, Muhammad memang tidak lagi menjadi pelaku bisnis secara
aktif karena situasi dan kondisinya yang tidak memungkinkan. Pada saat awal
perkembangan islam di mekkah Rasulullah dan masyarakat muslim mendapat gangguan
dan teror yang berat dari masyarakat kafir mekkah (terutama suku Qurais, suku
Rasulullah sendiri) sehingga perjuangan dan dakwah merupakan prioritas. Ketika
masyarakat muslim telah berhijrah (bermigrasi) ke madinah, peran Rasulullah
bergeser menjadi pengawas pasar atau al-muhtasib. Beliau mengawasi jalannya
mekanisme pasar di madinah dan sekitarnya agar tetap dapat berlangsung secara
islam. (Al-Arif dan Amalia , 2010:265)
Pada masa itu. mekanisme pasar sangat dihargai. Beliau menolak untuk
membuat kebijakan penetapan harga manakala tingkat harga di madinah pada saat
itu tiba-tiba naik sepanjang kenaikan terjadi karena kekuatan permintaan dan
penawaran yang murni, yang tidak di barengi dengan dorongan-dorongan
monopolistik dan monopsonistik, maka tidak ada alasan untuk tidak menghormati
harga pasar. Pada saat itu para sahabat berkata:
“Wahai Rasulullah tentukanlah harga untuk kita!”.
Beliau menjawab,“Allah itu sesungguhnya adalah penentu
harga, penahan, pencurah, serta pemberi rizki. Aku mengharapkan dapat menemui
Tuhanku di mana salah seorang dari kalian tidak menuntutku karena kezaliman
dalam hal darah dan harta.”
Dalam hadis diatas jelas dinyatakan bahwa pasar merupakan hukum alam (sunnatullah)
yang harus di junjung tinggi. Tak seorang pun secara individual dapat
memengaruhi pasar, sebab pasar adalah kekuatan kolektif yang telah menjadi
ketentuan Allah. Pelanggaran terhadap terhadap harga pasar, misalnya penetapan
harga dengan cara dan karena alasan yang tidak tepat, merupakan suatu
ketidakadilan (zulm/ injustice) yang akan dituntut pertanggungjawabannya
dihadapan Allah. Sebaliknya, dinyatakan bahwa penjual yang menjual dagangannya
dengan harga pasar adalah laksana orang yang berjuang dijalan Allah (jihad
fi sabilillah), sementara yang menetapkan sendiri termasuk sebuah perbuatan
ingkar kepada Allah .
Penghargaan islam terhadap mekanisme pasar berdasar pada ketentuan
Allah bahwa perniagaan harus dilakukan secara baik dengan rasa suka sama suka (antaradin
minkum/mutual goodwill). Dalam al-Qur’an dinyatakan:
“Hai orang-orang
yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang
batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang Berlaku dengan suka sama-suka di
antara kamu. dan janganlah kamu membunuh dirimu, sesungguhnya Allah maha
penyayang kepadamu.” (An-Nisa:29)
Karim (2007:152) menjelaskan bahwa dalam konsep islam, pertemuan
permintaan dengan penawaran tersebut haruslah terjadi secara rela sama rela.
Tidak ada pihak yang merasa terpaksa untuk melakukan transaksi pada tingkat
harga tersebut. Keadaan rela sama rela merupakan kebalikan dari keadaan aniaya,
yaitu keaadaan dimana salah satu pihak senang di atas kesedihan pihak lain.
Agar mekanisme pasar dapat berjalan dengan baik dan memberikan mutual
goodwill bagi para pelakunya, maka nilai moralitas mutlak harus ditegakkan.
Secara khusus, nilai moralitas yang mendapat perhatian penting dalam pasar
adalah persaingan yang sehat, kejujuran, keterbukaan, dan keadilan. Nilai
moralitas ini memeililki akar yang kuat dalam ajaran islam, sebagaimana
dicantumkan dalam berbagai ayat al-Qur’an. Untuk itulah Rasulullah telah
menetapkan beberapa larangan terhadap praktik bisnis negatif yang dapat
mengganggu mekanisme pasar yang islami.
Marthon (2007:88) menjelaskan bahwa jual beli yang dilakukan oleh
manusia bertujuan untuk mendapatkan profit dan sumber kecurangan bisa berasal
dari laba yang di inginkan. Setiap penjual dan pembeli berkeinginan untuk
mendapatkan laba yang maksimal. Syari’ah tidak melarang adanya laba dalam jual
beli. Dan syari’ah juga tidak membatasi laba yang harus dihasilkan. Akan
tetapi, syari’ah hanya melarang adanya penipuan, tindak kecurangan, melakukan
kebohongan atas kebaikan barang, serta menyembunyikan aib yang terdapat dalam
suatu barang.
B.
PANDANGAN EKONOM MUSLIM
Pasar telah mendapatkan perhatian memadai dari para ulama klasik
seperti Abu Yusuf, Al-Ghazali, Ibn Khaldun, dan Ibn Taimiyah. Pemikiran mereka
tentang pasar tidak saja mampu memberikan analisis yang tajam tentang apa yang
terjadi pada masa itu, tetapi tergolong futuristik. Banyak dari pemikiran
mereka baru dibahas oleh ilmuwan barat beratus-ratus tahun kemudian. (Al-Arif
dan Amalia, 2010:267)
1. Mekanisme
Pasar Menurut Abu Yusuf (731-798 M)
Pemikiran Abu Yusuf tetntang pasar dapat dijumpai dalam bukunya Al-Kharaj.
Selain membahas prinsip perpajakan dan anggaran negara yang menjadi pedoman
kekhalifahan Harun Al-Rasyid di Baghdad, buku ini juga membicarakan beberapa
prinsip dasar mekanisme pasar. Tulisan pertamanya menguraikan tentang naik dan
turunnya produksi yang dapat mempengaruhi harga. Abu Yusuf mengatakan, “Tidak
ada batasan tertentu tentang murah dan mahal yang dapat dipastikan. Hal
tersebut ada yang mengaturnya. Prinsipnya tidak bisa diketahui. Murah bukan
karena melimpahnya makanan, demikian juga mahal bukan karena kelangkaan
makanan. Murah dan mahal merupakan ketentuan Allah (sunnatullah).
Kadang-kadang makanan sangat sedikit, tetapi harganya murah.” Pernyataan ini
secara implisit bahwa harga bukan hanya ditentukan oleh penawaran, tetapi juga
permintaan terhadap barang tersebut.
Bahkan, Abu Yusuf mengidikasikan adanya variabel lain yang juga turut
memengaruhi harga misalnya jumlah uang beredar di negara itu, penimbunan atau
penuhanan suatu barang, atau lainnya. Pada dasarnya pemikiran Abu Yusuf ini
merupakan hasil observasinya terhadap fakta empiris, sering kali terjadi
melimpahnya barang ternyata diikuti dengan tingginya harga, sementara
kelangkaan barang diikuti dengan harga yang rendah.
2. Evolusi
Pasar Menurut Al-Ghazali (1058-1111 M)
AL-Ihya ‘Ulumuddin karya
Al-Ghazali juga membahas topik ekonomi, termasuk pasar. Dalam magnum opusnya itu
ia telah membicarakan barter dan permasalahannya, pentingnya aktivitas
perdagangan dan evolusi terjadinya pasar, termasuk bekerjanya kekuatan
permintaan dan penawaran dalam memengaruhi harga.
Al-Ghazali menyadari kesulitan yang
timbul akibat sistem barter yang dalam istilah ekonomi modern disebut double
coincidence, dan karena itu diperlukan suatu pasar. Selanjutnya, ia juga
memperkirakan kejadian ini akan berlanjut dalam skala yang lebih luas, mencakup
banyak daerah atau negara.
Al-Ghazali tidak menolak kenyataan
bahwa mencari keuntungan merupakan motif utama dalam perdagangan. Namun, ia
memberikan banyak penekanan kepada etika dalam bisnis, di mana etika ini
diturunkan dari nilai-nilai islam. Keuntungan yang sesungguhnya adalah
keuntungan yang akan diperoleh di akhirat kelak. Ia juga menyarankan adanya
peran pemerintah dalam menjaga keamanan jalur perdagangan demi kelancaran
perdagangan dan pertumbuhan ekonomi.
Dalam buku teks ekonomi konvensional
didapati penjelasan bahwa barang-barang kebutuhan pokok, misalnya makanan,
memiliki kurva permintaan yang inelastis. Al-Ghazali telah menyadari hal ini
sehingga ia menyarankan agar penjualan barang pokok tidak dibebani keuntungan
yang besar agar tidak terlalu membebani masyarakat. Ia mengatakan, “karena
makanan kebutuhan pokok, perdagangan makanan seminimal mungkin didorong oleh
motif mencari keuntungan untuk menghindari eksploitasi melalui pengenaan harga
yang lebih tinggi keuntungan yang lebih besar. Keuntungan semacam ini
seharusnya dicari dari barang-barang yang bukan merupakan kebutuhan pokok.
3.
Pemikiran Ibn Taimiyah
Pemikiran
Ibn Taimiyah mengenai mekanisme pasar banyak dicurahkan melalui bukunya yang
sangat terkenal, yaitu Al-Hisbah fi’l Al-Islam dan Majmu’ Fatawa.
Pandangan Ibn Taimiyah mengenai hal ini sebenarnya terfokus pada masalah
pergerakan harga yang terjadi pada waktu itu, tetapi ia letakkan dalam kerangka
mekanisme harga pasar. Secara umum, beliau telah menunjukan the beauty of
market (keindahan mekanisme pasar sebagai mekanisme ekonomi), disamping
segala kelemahannya. Ibn Taimiyah berpendapat bahwa kenaikan harga tidak selalu
disebabkan oleh ketidakadilan (zulm/injustice) dari pedagang/penjual,
sebagaimana banyak dipahami orang pada waktu itu. Ia menunjukan bahwa harga
merupakan hasil interaksi hukum permintaan penawaran yang berbentuk karena
berbagai faktor yang kompleks. Dalam Al-Hisbah-nya, Ibn Taimiyah membantah
bahwa anggapan ini dengan mengatakan bahwa:
“Naik
dan turunya harga tidak selalu disebabkan oleh adanya ketidakadilan (zulm/injustice)
dari beberapa bagian pelaku transaksi. Terkadang penyebabnya adalah defisiensi
dalam produksi atau penurunan terhadap barang yang diminta, atau tekenan pasar.
Oleh karena itu, jika permintaan terhadap barang-barang tersebut naik sementara
ketersediaanya/penawaranya menurun, maka harganya akan naik. Sebaliknya, jika
ketersediaan barang-barang akan menaik dan permintaan terhadapnya menurun, maka
harga barang tersebut akan turun juga. Kelangkaan (scarcity) dan keberlimpahan
(abudance) barang mungkin bukan disebabkan oleh
tindakan sebagian orang, kadang-kadang disebabkan karena tindakan yang
tidak adil atau juga bukan. Hal ini adalah kehendak Allah yang telah menciptakan
keinginan dalam hati manusia.”
Dalam
kitab Fatwa-nya Ibn Taimiyah juga memberikan penjelasan yang lebih
perinci tentang beberapa faktor yang memengaruhi permintaan, dan kemudian
tingkat harga. Beberapa faktor ini yaitu:
a.
Keinginan orang (al-raghabah) terhadap
barang sering kali berbeda-beda.
b.
Jumlah orang yang meminta (demander/tullab)
juga memengaruhi harga.
c.
Harga juga akan dipengaruhi oleh kuat atau
lemahnya kebutuhan terhadap barang, selain juga besar dan kecilnya permintaan.
d.
Harga akan juga bervariasi menurut kualitas
pembeli barang tersebut (al-mu’awid).
e.
Tingkat harga juga dipengaruhi oleh jenis
(uang) pembayaran yang digunakan dalam transaksi jaul beli.
f.
Tujuan dari suatu transaksi harus menguntungkan
penjual dan pembeli.
g.
Kasus yang sama diterapkan pada orang pada
orang yang menyewakan suatu barang.
Pernyataan
diatas sesungguhnya menunjukkan kompleksitas penentu harga pasar. Pada poin (a)
Ibn Taimiyah secara implisit menunjukan peranan ekspetasi terhadap permintaan,
kemudian terehadap harganya. Menurutnya, keinginan seseorang terhadap sesuatu
dipengaruhi oleh ketersediaan barang tersebut. Jika ketersediaan suatu barang
langka, maka masyarakat khawatir bahwa esok kemungkinan akan lebih langka
sehingga berusaha untuk meningkatkan permintaan saat ini. Selanjutnya, harga
juga akan meningkat jika jumlah orang yang meminta banyak, demikian pula
sebaliknya. Pernyataan ini merupakan logika yang amat jelas tentang hubungan kuantitas
yang diminta dengan tingkat harga. Poin (b) tersebut juga mengindikasi pengaruh
anggregat demand terhadap harga. Sementara pada pin (c) ditunjukkan
bahwa barang yang amat dibutuhkan akan menimbulkan permintaan kuat terhadapnya
sehingga harganya cenderung tinggi. Barang-barang seperti ini berarti tingkat
subtitusinya rendah.
Pernyataan
pada poin (d) menunjukkan analisis Ibn Taimiyah pada transaksi kredit. Jika
konsumen kaya dan kredibel, maka kepastian pembayaran akan lebih tinggi
sehingga harga akan lebih rendah jika keadaan konsumen adalah sebaliknya. Jika
konsumen miskin dan tidak kredibel, maka kemungkinan ia menunda atau
mengingkari pembayaran akan lebih besar terjadi. Jadi, disini secara implisit
Ibn Taimiyah sebenarnya memasukkan premi risiko (risk premium) dalam
komponen pembentuk harga. Semakin kredibel seorang konsumen, maka semakin
rendah, demikian sebaliknya. Pembahasannya tentang premi risiko ini juga tampak
jelas pada poin (f), di mana ia juga menyebutkan soal kapasitas fisikal dari
barang yang diperjualbelikan sebagai pembentuk harga. Jika harga transaksi
tidak jelas wujud fisiknya, maka harga juga akan lebih tinggi sebab harus ada
premi risiko yang besar pula.
Masalah
penggunaan jenis uang juga dapat mengurangi tingkat harga. Transaksi menggunakan
uang yang diterima luas (naqd rai’ij) dapat menghasilkan barang yang
lebih rendah. Istilah naqd ra’ij sama sama dengan pengertian hard
currencies, maka risiko instabilitas nilai uang akan lebih kecil
dibandingkan menggunakan soft currancies (mata uang lemah) sehingga
risiko kesalahan dalam transaksi bisa di perkecil. Pada masa itu, di damaskus
mata uang dirham (uang perak) lebih umum di terima, sementara uang dirham
(emas) tidak banyak dipakai sebagai uang. Disamping, fakyor-faktor yang telah disebutkan
dalam poin, (a) hingga (f), Ibn Taimiyah memasukkan kemungkinan adanya biaya
tambahan (addtinal cost) dalam transaksi sehingga mengurangi harga. Jika
terdapat biaya tambahan, maka wajar jika tingakat harga akan lebih tinggi,
demikian pula sebaliknya. Biaya tambahan ini ragamnya sangat banyak, meskipun
dalam pernyataannya ia hanya mengambil contoh biaya tambahan yang mungkin
timbul dalm transaksi di daerah berisiko keamanan. Ibn Taimiyah secara umum
sangat menghargai arti penting harga yang terjadi karena mekanisme pasar yang
bebas. Untuk itu, secara umum ia menolak segala campur tangan untuk menekan
atau menetapkan harga (price intervention) sehingga mengganggu mekanisme
yang bebas. Sepanjang kenaikan atau alamiah, maka dilarang dilakukan intervensi
harga dibenarkan pada kasus spesifik dan dengan persyaratan yang spesifik pula,
misalnya adanya ikhtikar.
4. Mekanisme
Pasar Menurut Ibn Khaldun (1332-1383M)
Pemikiran Ibn Khaldun tentang pasar termuat dalam buku yang monumental,
Al-Muqadimah, terutama dalam bab “Harga-harga di kota-kota” (Price in
Towns). Ia membagi barang-barang menjadi dua kategori, yaitu barang pokok
dan mewah. Menurutnya, jika suatu kota berkembang dan jumlah penduduknya
semakin banyak, maka harga barang pokok akan menurun sementara harga barang
mewah akan menaik. Hal ini, disebabkan oleh meningkatnya penawaran bahan pangan
dan barang pokok lainnya sebab barang
ini sangat penting dan dibutuhkan oleh setiap orang sehingga pengadaannya akan
dipioritaskan. Sementara itu, harga barang mewah akan naik sejalan dengan
meningkatnya gaya hidup yang mengakibatkan peningkatan permintaan barang mewah
ini.
Ibn Khaldun sebenarnya menjelaskan pengaruh permintaan dan penawaran
terhadap tingkat harga. Secara lebih perinci ia juga menjelaskan pengaruh persaingan
di antara para konsumen dan meningkatnya biaya-biaya akibat perpajakan dan
pungutan-pungutan lain terhadap tingkat harga.
Menurut Ibn Khaldun, tingkat keuntungan yang wajar akan mendorong
tumbuhnya perdagangan. Para pedagang dan produsen lainnya akan kehilangan
motivasi bertransaksi. Sebaliknya, jika tingkat keuntungan terlalu tinggi
perdagangan juga akan melemah sebab akan menurunkan tingkat permintaan
konsumsi.
Ibn Khaldun sangat menghargai harga yang terjadi dalam pasar bebas,
namun ia tidak mengajukan saran kebijakan pemerintah untuk mengelola harga. Ia
lebih banyak memfokuskan kepada faktor yang memengaruhi harga.
C.
PERANAN PEMERINTAH DALAM MENGAWASI PASAR
Al-Arif dan Amalia (2010:275) menjelaskan bahwa Untuk lebih menjamin
berjalannya mekanisme pasar secara sempurna peranan pemerintah sangat penting.
Rasulullah SAW sendiri telah menjalankan fungsi sebagai market supervisor
atau Al-Hisbah, yang kemudian banyak dijadikan acuan untuk peran negara
terhadap pasar. Sementara dalam bukunya Al-Hisbah fi’l Islam, Ibn
Taimiyah banyak mengungkap tentang peranan Al-Hisbah pada masa
Rasulullah SAW. Rasulullah SAW sering melakukan inspeksi ke pasar untuk
mengecek harga dan mekanisme pasar. Sering kali dalam inspeksinya beliau
menemukan praktik bisnis yang tidak jujur sehingga beliau menegurnya.
Rasulullah SAW juga telah memberikan banyak pendapat, perintah maupun larangan
demi sebuah pasar yang islami (telah dijelaskan sebelumnya). Semua ini
mengindikasikan secara jelas bahwa Al-Hisbah telah ada sejak masa
Rasulullah SAW, meskipun nama Al-Hisbah
baru datang di masa kemudian.
Al-Hisbah adalah lembaga yang berfungsi untuk memerintahkan
kebaikan sehingga menjadi kebiasaan dan melarang hal yang buruk ketika hal itu
telah menjadi kebiasaan umum. Sementara, tujuan dari Al-Hisbah menurut
Ibn Taimiyah adalah untuk memerintahkan apa yang disebut sebagai kebaikan (al-ma’ruf)
dan mencegah apa yang secara umum disebut sebagai keburukan (al-munkar)
di dalam wilayah yang menjadi kewenangan pemerintah untuk mengaturnya,
mengadili dan wilayah umum khusus lainnya, yang tak bisa dijangkau oleh
institusi biasa. Sementara itu, dengan bahasa yang berbeda tetapi bermakna
sama.
Pada pemikiran ekonomi Islam kontemporer, eksistensi Al-Hisbah
sering kali dijadikam acuan bagi fungsi negara terhadap perekonomian, khususnya
dalam pasar. Namun, elaborasi Al-Hisbah dalam kebijakan praktis ternyata
terdapat berbagai bentuk. Beberapa ekonomi berpendapat bahwa. Al-Hisbah akan
diperankan oleh negara secara umum melalui berbagai institusinya. Al-Hisbah adalah
semacam polisi khusus ekonomi. Dengan melihat fungsi Al-Hisbah yang luas
dan strategis ini, adanya suatu independent agency Al-Hisbah, tampak Al-Hisbah
akan melekat pada fungsi pemerintah secara keseluruhan, di mana dalam
teknis operasionalnya akan dijalankan oleh kementerian, departemen, dinas, atau
lembaga lain yang terkait.
BAB III
PENUTUP
A.
KESIMPULAN
Pasar adalah sebuah mekanisme pertukaran produk baik berupa barang
maupun jasa alamiah dan telah berlangsung sejak peradaban awal manusia. Islam
menempatkan pasar pada kedudukan yang penting dalam perekonomian. Praktik
ekonomi pada masa Rasulullah dan Khulafaur rasyidin menunjukkan peranan pasar
yang besar dalam pembentukan masyarakat islam pada masa itu. Rasulullah sangat
menghargai harga yang dibentuk oleh mekanisme pasar sebagai harga yang adil.
Beliau menolak adanya suatu intervensi harga (price intervention)
seandainya perubahan harga terjadi karena mekanisme pasar yang wajar yaitu
hanya karena pergeseran permintaan dan penawaran.
Pasar telah mendapatkan perhatian memadai dari para ulama klasik
seperti Abu Yusuf, AL-Ghazali, Ibn Khaldun, dan Ibn Taimiyah. Pemikiran mereka
tentang pasar tidak saja mampu memberikan analisis yang tajam tentang apa yang
terjadi pada masa itu, tetapi tergolong futuristik. Banyak dari pemikiran mereka
baru dibahas oleh para ekonom barat ratusan tahun kemudian.
Untuk lebih menjamin berjalannya mekanisme pasar secara sempurna,
peranan pemerintah sangat penting. Rasulullah SAW sendiri telah menjelaskan
fungsi sebagai pengawas pasar (al-hisbah) yang berfungsi untuk mengawasi
pasar dari praktik perdagangan yang tidak jujur atau berpotensi mengakibatkan
cederanya mekanisme pasar
DAFTAR PUSTAKA
Al-Arif, M. Nur Rianto dan Euis Amalia. 2010. TEORI MIKROEKONOMI, Suatu
Perbandingan Ekonomi Islam dan Konvensional. Jakarta: Kencana.
Karim, Adiwarman A. 2007. Ekonomi Mikro Islami. Jakarta: PT
Raja Grafindo Persada.
Marthon, Said Sa’ad. 2007. Ekonomi Islam, Di Tengah Krisis Ekonomi
Global. Jakarta: Zikrul Hakim.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar